🐾 Arti Wala Tamutunna Illa Wa Antum Muslimun

Yaayyuhal-ladzina 'amanuttaqullaha haqqa tuqatihi wala tamutunna illa wa antum muslimun. (QS. (Al Qur'an), sebaik baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam (as sunnah) hati-hatilah kalian dengan perkara baru, karena setiap perkara baru adalah bid'ah, dan setiap bid'ah adalah kesesatan dan setiap kesesatan anfusinaa waminsayyi'ati 'amaalinnaa Manyahdihillah falah mudhillalah Wa man yudh lil falaa haadiyalah Wa asyhadu allaa ilaaha illallaah wahdahu laa syariikalah wa asyhadu anna muhammadan 'abduhu wa rasuuluh. Ya ayyuhal-ladzina 'amanuttaqullaha haqqa tuqatihi wala tamutunna illa wa antum muslimun. (QS. Ali 'Imran : 102) IttaqullahBismillahirrahmaanirrahiim Yaa ayyuhalladzina amanu ittaqullaha haqqa tuqatihi, wala tamuutunna illa wa antum muslimuun. Hai orang-orang yaayyuhal lazina amanuttaqullaha haqqa tuqatihi wa la tamutunna illa wa antum muslimun. yang artinya : hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada allah sebenar-benar bertaqwa kepada-nya;dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama islam. dan disurah an-nisa ayat 1,allah berfirman : YaAyyuhalladzina Amanu Ittaqullaha Haqqa Tuqatih Wala Tamutunna Illa Wa Antum Muslimun, Kata Nasehat Islami; Allah Yutfah Alaikum Arab dan Artinya, Kata-Kata Motivasi Islami Penyemangat Hidup; Surat Yasin Ayat 38 Arab Latin Arti dan Tafsirnya, Tentang Peredaran Matahari pada Tempanya Minggu, 24 September 2023 | 10:21 WIB. Sumber Unsplash. Kalimat Ya Ayyuhalladzina Amanu Kutiba Alaikumus Siam terdapat dalam Alquran surat Al Baqarah ayat 183. Ayat ini menerangkan kepada semua orang-orang yang beriman, yaitu umat Muslim, untuk menjalankan ibadah puasa. Ya ayyuhalladzina amanu kutiba 'alaikumus-siyamu kama kutiba 'alallazina ming qablikum la'allakum tattaqun. Innal hamda lillah nahmaduhu wa nasta'inuhu wa nastaghfiruh, wa na'udzubillahi min "Ya ayyuhalladzina amanuttaqullaha haqqa tuqotihi wala tamutunna illa wa antum muslimun" Makna Dan Arti Surah 72 Al-Jin Kaum Jin Versi Bahasa Inggris Dan Bahasa Melayu (The Meaning of Surah 72 Al-Jinn Bilingual Edition English And Malay) HowShould We Die? Allah Most High answered this question in the Holy Qur'an, saying, "O you who have believed"—ya ayyuha alladheena aamanu—"fear Allah continuously"—ittaqu allah haqqa tuqatihi—"and never, ever die unless you are in a state of wholehearted submission."—wa la tamutunna illa wa antum muslimun. (Qur'an, 3:102) If you think carefully about the end of this Alhamdulillahalladzi an'amanah binikmatil iman wal islam wa akramana bikhilafatihi min jamiil alam. Asyhadu an laa ilaha illallah wahdahu la syarikalahu. Ya ayyuha alladzina amanu ittaqullahi haqqa tuqotihi wala tamutunna illa wa antum muslimun. Takwa dalam arti kita senantiasa melibatkan Allah dalam setiap persoalan yang kita hadapi RjJZA. Dalam setiap khutbah-khutbah Jum’at, kita selalu diingatkan oleh sang Khatib, “ittaqullah, ittaqullah, ittaqullaha haqqa tuqatih.” Bertaqwalah kamu, bertaqwalah kamu, dan bertaqwalah kamu dengan sebenar-benar taqwa. Ya ayyuhalladzina amanu ittaqu Allaha haqqa tuqatih, wa la tamutunna illa wa antum muslimun. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa kepada-Nya. Dan janganlah sekali-kali kamu mati, melainkan dalam keadaan beragama Islam 3102. Demikianlah seruan taqwa yang selalu dan selalu kita dengarkan. Definisi takwa yang mudah, yang populer, dan yang sudah seringkali kita dengar adalah “menunaikan segala yang diperintahkan dan menjauhi segala yang diharamkan Allah”. Sedangkan pengertian sebenar-benar takwa, artinya adalah menjadikan Allah ditaati, tidak disanggah, diingat, tidak pernah dilupakan, disyukuri, tidak diingkari. “Tidak akan seorang hamba bertaqwa kepada Allah sebenar-sebenar taqwa sampai ia sadar bahwa apa yang menimpanya tidak akan meleset dari dia, dan apa yang luput dari dia memang tidak akan mengenainya”, demikian penjelasan Rasulullah. Adapun contoh tindakan taqwa yang benar-benar itu, seperti yang diceritakan oleh Ali ibn Abi Thalib dari Ibnu Abbas adalah berjihad di jalan Allah dengan sebenar-benar jihad, tidak dipengaruhi, demi Allah, oleh celaan tukang cela dan berdiri untuk Allah dengan sikap adil, walau terhadap diri sendiri, bapak maupun anak’. Dalam kehidupan keseharian kita, implementasi dari sebenar-benar taqwa bukanlah persoalan yang ringan. Bukan saja bagi kita sekarang ini, tetapi juga bagi para sahabat. Karenanya, mengenai turunnya ayat ini, Ibnu Zaid berkomentar, “sudah datang perkara yang sungguh sangat berat’; lalu para sahabat berkata, siapa yang tahu batasnya?, siapa yang bisa mencapainya?” karena itu, Allah kemudian menurunkan ayat yang lain, “Bertaqwalah kepada Allah sejauh kalian mampu” 6416. Fattaqu Allaha mastatha’tum was-ma’u wa athi’u wa anfiqu khairan li anfusikum, wa man yuqa syukhkha nafsihi fa ula’ika humul muflihun. Maka bertaqwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta ta’atlah; dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu. Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung 64116. Dalam kaitan ini, Zamakhsyari, pengarang kitab tafsir al-Kasysyaf menyatakan bahwa perintah taqwa dalam ayat “ittaqullaha haqqa tuqatih”, sebenar-benar taqwa di atas sama sekali bukan jauh lebih berat dibandingkan dengan perintah taqwa dalam ayat bertaqwalah kamu sejauh kalian mampu’. Sebab, “fattaqu Allaha mastatha’tum”, berarti bertaqwalah sedemikian rupa, sehingga kamu tidak meninggalkan satu hal pun yang sebenarnya kamu mampu’. Jika kita kembali pada dasar-dasar pembebanan ajaran islam taklif, bahwa Allah tidak mungkin memberikan beban kepada umat manusia kecuali yang mampu dilakukannya. Maka pembebanan kewajiban taqwa “ittaqu Allaha haqqa tuqatih” pada dasarnya tidaklah melampaui kemampuan yang dimiliki oleh seorang manusia. Jika demikian maka ayat yang kedua, yang menyatakan kewajiban taqwa “fattaqu Allaha mastatha’tum”, bukanlah penghapus terhadap ayat sebelumnya, tetapi hanyalah penegasan terhadap maksud dan kandungannya. Artinya, antara kewajiban taqwa sebenar-benar taqwa dengan kewajiban taqwa sejauh kemampuan kita pada dasarnya adalah sama. Kewajiban taqwa kita kepada Allah SWT adalah sejauh kemampuan yang kita miliki. Manakala kita telah bertaqwa kepada Allah dengan segenap kesungguhan dan kemampuan kita, maka itulah taqwa yang sebenar-benar taqwa. Wallahu A’lam bish-shawab. “FALAA TAMUUTUNNA ILLAA WA ANTUM MUSLIMUUN”; MENEGASKAN KEMBALI IDENTITAS KEISLAMAN KITA ________ RISALAH IEDUL ADHHA 1439 H. Bersama Romly Qomaruddien, MA. Allaahu Akbar, Allaahu Akbar, Laa Ilaaha Illallaah, Wallaahu Akbar, Allaahu Akbar, Walillaahilhamd Ikhwaani fied diin a’azzakumullaah … Kita berkumpul di pagi yang cerah ini; diiringi sinar mentari dan disaksikan cahaya siang, seakan semua menjadi saksi betapa rendah dan hinanya kita di hadapan Pencipta yang Maha agung dan Maha perkasa. Patut disyukuri, atas kasih dan sayangnya Alloh azza wa jalla pula sampai saat ini kita semua berada dalam nikmat Iman, Islam dan Ihsan, yaitu kenikmatan hidup di bawah lindungan anugerah Alloh dengan bimbingan kehaniefan ajaranNya. Namun demikian, kenikmatan tersebut; damai dan sejahteranya kita di hari ini, bukanlah sesuatu yang bersifat spontanitas tanpa proses, melainkan proses panjang mengarungi samudera nan luas dengan segala tantangan dan rintangannya sehingga membutuhkan perjuangan dan pengorbanan. Perjuangan dan pengorbanan inilah sebagai bukti konkret yang diwariskan generasi pendahulu para nabi dan hawariyun-nya dalam mengantarkan Al-Islaam kepada kita. Oleh karenanya, marilah kita pandai mendulang hikmah dan belajar dari kejadian masa silam untuk sama-sama kita terapkan dalam kehidupan sekarang ini. Fa’tabiruu yaa ulil abshaar. Alloh azza wa jalla berfirman “Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran [ibrah] bagi orang-orang yang memiliki akal pikiran” Yusuf/12 111 Allaahu Akbar, Allaahu Akbar, Laa Ilaaha Illallaah, Allaahu Akbar, Walillaahilhamd Saudara-saudara kaum Muslimien a’azzakumullaah Bulan Dzulhijjah, yang di dalamnya penuh dengan nuansa ibadah; dari amalan awwal bulan, shaum arafah, shalat iedul adhha, udhhiyyah dan manasik haji mengingatkan kita semua kepada sosok piawai yang patut kita jadikan teladan, karena hakikatnya apa yang kita lakukan hari ini sebagai sunnah Rasulullah shalallaahu alaihi wasallam merupakan ajaran millah sebelumnya, yaitu sunnah Ibrahim alaihis salaam dengan ajarannya al-hanifiyyah as-samhah, yaitu agama yang lurus dan lapang. Ibnu Katsier dalam Sa’id Hawwa, Al-Asaas fiet Tafsier, 1989 8, 3605. Walaupun demikian, kalangan Orientalis Barat yang phobia terhadap Islam semisal Gibb menuduhnya bahwa Muhammad sebagai pengecat agama atas tradisi bangsa Arab. Menurut Al-Buthy, ini merupakan tuduhan tak berdasar. Sa’ied Ramadhan al-Buthy, Sierah Nabawiyyah, 1990 1, 35. Sampainya ajaran tauhied kepada kita merupakan bukti keberhasilan sang pembawa ajaran, yaitu pemimpin yang memiliki keperibadian yang kuat dan karakter yang prima, sebagaimana Alloh gambarkan dalam ayat berikut “Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang pemimpin yang dapat dijadikan teladan lagi patuh pada Alloh dan hanief, sekali-sekali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Alloh, selalu mensyukuri nikmat-nikmat Alloh. Alloh telah memilihnya dan menunjukkinya ke jalan yang lurus” QS. An-Nahl/16 120-121. Demikianlah nabiyullah Ibrahim alaihis salaam, yang dengan segala kebesaran dan kwalitas peribadinya bukanlah sekedar menjadikan dirinya terangkat sebagai kekasih Alloh [khalielullaah] dan bapak para nabi [abul anbiyaa], melainkan nama Ibrahim senantiasa disejajarkan dengan nama Muhammad shalallaahu alaihi wasallam dalam shalawatnya. Muslim, 1992 1, 191. Sementara kalangan ahlul kitab [Yahudi dan Nashrani] masa itu, telah mengklaim dan Ge-eR atas kebesaran nabiyullah Ibrahim dengan mengatakan bahwa dirinya seorang Yahudi atau Nashrani. [ Alu Imran/3 66], sehingga Alloh menjawab dalam ayatNya “Bukanlah Ibrahim itu seorang Yahudi dan bukan pula seorang Nashrani, akan tetapi dia seorang yang hanief/ lurus lagi berserah diri kepada Alloh, dan sekali-kali dia bukanlah dari golongan orang-orang musyrik” Alu Imran/3 67. Ayat tersebut turun, menurut Ibnu Abbas radhiyallaahu anh berkenaan dengan berbantah-bantahannya dua orang pendeta [Yahudi dan Nashrani] Najran yang saling berebut claim akan kedudukkan nabiyullah Ibrahim. Muhammad Ali as-Shabuny, Shafwatut Tafaasier, tp. tahun 1, 207. Terlepas dari pertentangan mereka, semua sepakat bahwa Ibrahim tercatat sebagai orang bersih yang menyebabkan Alloh turunkan barakahNya kepada ummat sesudahnya. Segala harapan dan cita-cita serta do’anya dikabulkan Rabbul Aalamien, di antaranya Negeri Mekkah menjadi negeri yang aman, tentram dan penuh limpahan keberkahan. Bangunannya berupa ka’bah, tetap tegak menjadi perhatian ummat manusia sedunia. Anak keturunannya, menjadi orang-orang shalih, bahkan menjadi nabi-nabi pemimpin ummat manusia. Jejak langkah peribadatannya dijadikan anutan bagi generasi yang datang kemudian hingga akhir zaman. Prosesi perjalanan hidupnya menjadi tuntunan ibadah yang utama dalam manasik haji dan lain-lainnya. Allaahu Akbar, Allaahu Akbar, Laa Ilaaha Illallaah, Wallaahu Akbar, Allaahu Akbar, Walillaahilhamd Saudara-saudara kaum Muslimien a’azzakumullaah Merupakan sunnatullah, sebuah perjuangan dakwah senantiasa dihiasi ujian dan rintangan yang menghalangi keberhasilannya, termasuk menegakkan kalimat tauhied yang menjadi landasan aqidah dan ketundukkan serta kepasrahan terhadap Alloh semata sebagai identitas semenjak zaman para nabi terdahulu hingga sekarang ini dan akhir zaman. Oleh karenanya, semata-mata Alloh tidak akan bertanya tentang sebuah hasil dari kerja dakwah kita, melainkan Alloh bertanya tentang sebuah proses usaha dari amal dakwah kita selama ini dan Itulah fungsinya dakwah. Karenanya, sangatlah wajar apabila seorang Syaikh Muhammad Rasyid Ridha [ulama pembaharu Mesir] mengatakan “Laa Islaama illa bid da’wah, wa laa da’wata illaa bil hujjah, wa laa hujjata ma’a baqaait taqlied”. Untaian kalimat indah ini, sering kali dipetik oleh bapak-bapak Muslim kita [tokoh-tokoh Masyumi khususnya] yang apabila diartikan kurang lebih seperti ini “Islam tidak akan berdiri tegak kecuali dengan dakwah, dakwah pun tidak akan berdiri kokoh kecuali dengan hujjah dan hujjah pun akan sia-sia kalau ummatnya masih taqlid ngak mau berubah”. Lebih dari itu, dalam kondisi apa pun dakwah wajib ditegakkan, bahkan Rasulullah menyebut al-amru bil ma’ruuf wan nahyu anil munkar dan memberikan kedamaian kepada keluarga [tasliemuka alaa ahlika] sebagai tanda Islamnya seseorang setelah beliau merincikan rukun Islam yang lima. Khalid Abdurrahman al-Ak, Shafwatul Bayaan Li Ma’aanil Qur’aan, 1994 64. Dalam konteks gerakan dakwah, Syaikh Ali Abdul Halim Mahmud [ulama Al-Azhar Mesir] menegaskan “Al-amru bil ma’ruf dan an-nahyu anil munkar merupakan langkah penting dalam manhaj Islam untuk kehidupan. Manhaj Islam tidak akan tegak kecuali ummat menjadikannya aktivitas pokok dalam gerakannya”. Lihat Ma’al Aqiedah wal Harakah wal Manhaj Fie Khairi Ummah Ukhrijat Lin Naas, 1992 167. Kembali kepada Sierah Jihad Ibrahim dan keluarga besarnya, perjalanan tauhied tidak lepas dari gangguan gerakan perusak [destruktif, haddaamah] yang menebarkan fitnah melancarkan perang urat syaraf [ghazwul fikri] dengan berbagai strateginya; mulai dari perang ideologi, perang intelektual, perang istilah, perang media, sampai perang identitas yang mampu meluluh lantahkan tatanan ekolisosbudhankam suatu bangsa yang bermartabat sekalipun. Dengan ghazwul fikri, identitas Islam menjadi tidak jelas, maknanya kabur dan bias. Munculnya istilah-istilah dengan pengkotak-kotakkan Islam menjadi bukti hakiki betapa masifnya gerakan ini [di antaranya dimunculkannya benturan Islam Konservatif-Islam Progressif, Islam Puritan-Islam Toleran, Islam Fundamental-Islam Liberal, Islam Radikal-Islam Humanis, Islam Garis Keras-Islam Garis Lembut, Islam Intoleran-Islam Ramah Lingkungan, Islam Madzhab Cinta-Islam Amarah, Islam Tuhan-Islam Manusia dan Islam-Islam lainnya. Dan akhirnya muncullah istilah paling teranyar; “Islam Jalan Tengah” dan “Islam Benang Merah” dengan tafsiran masing-masing kepentingannya. Hal ini mengingatkan kita akan propaganda berhalaisme [watsaniyah] yang pernah digulirkan melalui dalang intelektualnya Amr bin Luhay bin Qam’ah bin Khandaf [nenek moyang Bani Khuza’ah] bersama kamerad-kamerad-nya berhasil mengelabui penganut ajaran Ibrahim untuk kembali kepada ajaran jahiliyyah. Komitmen untuk menyebarkan ajaran sesatnya dibuktikan dengan penuh semangat, kerja keras sehingga berhasil membawa berhala hubbal yang diminta dari negeri Syam dan dibawa ke Mekkah untuk dilestarikan sebagai ta’abbudi. Menurut Al-Maraghi menukil Ibnu Jarier dari Abu Hurairah radhiyallaahu anh bahwa Amr bin Luhay adalah orang yang pertama kali merusak agama Ismail; menggunting telinga unta dan mengeramatkan kambing atas nama kearifan lokal [local wisdom] tentunya. Karena sikap nativisme-nya itu, maka diperlihatkan pada Rasulullah bahwa Amr bin Luhay menyeret perutnya di neraka. Lihat Al-Buthy, 1990 1, 29. Lihat pula KH. E. Abdurrahman, Renungan Tarikh, 1993 308. Gerakan mereka mendapatkan dukungan hingga menjadi gerakan mapan [establish] yang mampu melibas gerakan hanief. Banyaknya dukungan itu, tidak sekedar membahayakan secara kwantitas, melainkan secara kwalitas pula sedikit demi sedikit menggeser nilai-nilai ketauhidan penganutnya sehingga terjadilah perubahan [tahrief] dan percampuran [iltibaas, mixing]; dari ajaran satu Tuhan [monotheisme] menjadi banyak Tuhan [polytheisme], dari tauhied menjadi syirik dan dari ajaran samawi menjadi ideologi iblis [diabolisme]. Dua atau banyak ajaran yang bertolak belakang dipaksa berbaur menjadi satu sehingga terjadinya “satu selera satu rasa”. Itulah sinkretisme ajaran-ajaran, penyatuan agama-agama [wihdatul adyaan, pluralisme agama] seperti halnya munculnya fenomena Komunitas Millah Abraham di negeri ini atau pun Abrahamic Faith di negara-negara Barat. Para ahli sierah mencatat, bahwa Bani Kinanah dan suku Quraisy sejak dulu telah mempopulerkan talbiyyah jahiliyyah-nya sebagai berikut “Aku sambut seruanMu ya Alloh, aku sambut seruanMu, tiada sekutu kecuali sekutu yang memang [pantas] bagiMu, yang Engkau dan dia miliki …”. Setelah talbiyyah ini, mereka membaca talbiyyah yang men-tauhidkanNya dan memasuki ka’bah dengan membawa berhala-berhala mereka. Al-Buthy, 1990 31. Dalam kondisi seperti inilah, sangat diharapkan munculnya tokoh-tokoh kritis seperti pemuda Ibrahim dengan membawakan missi utama untuk kembali ke pangkuan tauhied, yaitu kembali kepada orisinalitas ajaran agama sebagai identitas manusia ber-Tuhan. Oleh karenanya, bentuk perubahan apa pun [Reformation atau Revolution] tanpa dilandasi aqiedah yang kuat, cepat atau lambat menjadi hancur dan sia-sia belaka. Inilah sepenggal kisah sejarah, dialog pemuda Ibrahim dengan ayahandanya Azar yang melibatkan masyarakat dan penguasanya untuk mengajak mereka kembali ke jalan yang benar. Ibrahim berkata kepada ayahanda dan ummatnya ” … Berhala-berhala apakah ini yang kalian tekun beribadah kepadanya?”. Mereka menjawab “Kami mendapatkan bapak-bapak kami menyembahnya”. Ibrahim berkata “Sesungguhnya kamu dan nenek moyang kamu berada dalam kesesatan yang nyata”. Mereka menjawab “Apakah kamu Ibrahim, datang kepada kami dengan sungguh-sungguh ataukah kamu termasuk orang yang bermain-main?” Ibrahim berkata “Sebenarnya, Tuhan kamu adalah Tuhan pencipta langit dan bumi, dan aku termasuk orang-orang yang dapat memberikan bukti atas yang demikian itu. Demi Alloh, sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-berhalamu setelah kalian pergi meninggalkannya” Maka Ibrahim pun membuat berhala-berhala itu hancur berkeping-keping, kecuali berhala induknya. Mereka pun mulai bertanya “Siapakah yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami?, sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang aniaya”. Mereka pun menyebutkan “Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim” Mereka menegaskannya “Kalau demikian, bawalah dia dengan cara yang dapat dilihat orang banyak, agar mereka dapat menyaksikan”. Mereka bertanya “Apakah kamu yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami wahai Ibrahim?”. Ibrahim pun menjawab “sebenarnya berhala yang besar itulah yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka dapat berbicara”. Mereka telah kembali kepada kesadarannya, lalu berkata “Sesungguhnya kalian adalah orang-orang yang menganiaya diri sendiri”. Kemudian kepala mereka tertunduk, lalu berkata “Sesungguhnya kamu hai Ibrahim telah mengetahui bahwa berhala-berhala itu tidak dapat berbicara”. Ibrahim menjawab “Maka mengapakah kalian menyembah kepada selain Alloh, yang sesuatu tidak dapat memberi manfaat sedikit pun dan tidak pula memberi madharat kepada kalian. Celakalah kalian, mengapa kalian menyembah sesuatu selain Alloh? Apakah kalian tidak berakal?” Demikianlah Alloh paparkan dalam bentangan ayatNya Al-Anbiya/ 21 52 – 57. Saudara-saudara kaum Muslimin a’azzakumullaah Itulah penggalan episode tentang kekritisan pemuda Ibrahim dalam menepis logika-logika sesat dan gagal fikir yang dituduhkan padanya, telah mampu dia jawab dengan cerdas dan ilmiah sehingga membuat murka Raja Namrudz dan jajaran kabinetnya. Kekalahan kekuatan logika Namrudz, tidak berarti sikap arogannya menjadi berkurang. Dengan menyembunyikan rasa malu dia pun mengeluarkan jurus barunya, yaitu “logika kekuatan”. Mereka pun menyeru ” … Bakarlah dia [Ibrahim], dan bantulah tuhan-tuhan kalian, jika kalian benar-benar akan melakukan tindakan”. Sepadan dengan amal jihadnya yang gigih, penuh dengan optimisme, peristiwa aneh kembali terjadi yang mengagetkan orang-orang musyrik itu dan sekaligus membuat mereka semakin geram dikarenakan kobaran api yang diharapkan dapat melumatkan jasadnya tak mampu membakar dan melukai kulitnya, bahkan rambutnya sekalipun. Dengan kekuasaanNya, Yang Maha agung menolong pembela ajaran agamanya dengan cara yang tidak mungkin manusia dapat melakukannya. Alloh azza wa jalla menyerukan pada api “Wahai api, menjadi dinginlah! … dan keselamatan bagi Ibrahim”. Lihat Al-Anbiya/ 21 68 – 69. Allaahu Akbar, Allaahu Akbar, Laa Ilaaha Illallaah, Wallaahu Akbar, Allaahu Akbar, Walillaahilhamd Saudara-saudara kaum Muslimin A’azzakumullaah Di sisi lain, militansi Ibrahim tidak cukup dinilai sosok tegar yang berkobar-kobar, sosok kritis yang berapi-rapi, dia pun seorang sosok yang berair-air, yaitu figur seorang bapak yang dapat membawa kesejukkan, kelembutan serta memberikan nasihat yang bijak sehingga kaderisasi tetap berjalan dan dapat melahirkan generasi-generasi unggulan yang diharapkan melanjutkan estafeta perjuangan dalam menegakkan da’wah ilallaah mengajak manusia ke jalan Islam. Lihat Al-Baqarah/ 2 132. Keberhasilan dakwahnya, tidak dapat dilepaskan dari dukungan para hawariyun, yakni anak-anaknya sendiri [Ismail dan Ishaq alaihimassalaam] yang mendapatkan sokongan para ibunda mereka Sayyidah Sarah dan Sayyidah Hajar serta anak cucunya yang setia mengibarkan panji tauhied sampai kemunculan Nabi akhir zaman Rasululloh Muhammad shalallaahu alaihi wasallam. Lihat Al-Baqarah/ 2 133 dan Alu Imran/ 3 68. Hal ini merupakan cerminan sebuah Gerakan Da’wah yang baik, adalah gerakan yang mendapatkan dukungan dari dalam dan mengakar dalam pengkaderan sehingga mampu melahirkan kesinambungan gerakan [ittishaalul haraky] yang berjalin dan berkelindan, saling mengisi dan melengkapi demi kokohnya bangunan nubuwwah. Rasululloh shalallaahu alaihi wasallam menuturkan “Perumpamaanku dengan para nabi sebelumku laksana seseorang yang tengah membangun sebuah gedung, lalu ia memperindah dan memperelok bangunan tersebut, kecuali satu tempat batu bata di salah satu pojoknya. Ketika orang-orang mengitarinya dengan penuh kagum, mereka pun berkomentar alangkah indahnya batu bata itu apabila diletakkan pada tempatnya. Akulah batu bata itu dan aku penutup para nabi” Bukhari dan Muslim dalam Musthafa Muhammad Amarah, Jawaahirul Bukhaari wa Syarhul Qasthalani, hlm. 213. Kesinambungan itu, merupakan buah yang dipetik dari rangkaian do’a Ibrahim alaihis salaam dalam memohon pada Alloh Jalla wa Alaa agar kiranya Alloh jadikan mereka, keluarga dan keturunannya menjadi orang-orang yang berserah diri kepadaNya, serta hidup di bawah aturan dan naungan maghfirahNya. Lihat Al-Baqarah/2 128. Maka Alloh pun mengabulkan permohonannya, berupa diutusnya seorang Rasul yang dapat menjalankan trifungsi kenabian; yakni memaparkan ayat-ayatNya [tilaawah], mengikis nilai-nilai jahiliyyah dengan pensucian jiwa [tazkiyah] dan mengajarkan mereka dengan bimbingan kitabullah dan hikmah/ sunnah [ta’liem]. Lihat Al-Baqarah/2 129, Alu Imran/3 164 dan Al-Jumu’ah/62 2. Allaahu Akbar, Allaahu Akbar, Laa Ilaaha Ilallaah, Wallaahu Akbar, Allaahu Akbar, Walillaahilhamd Saudara-saudara kaum Muslimin a’azzakumullaah Perjuangan nabiyullaah Ibrahim dan para pengikutnya memberikan dampak yang sangat berarti [atsar] bagi jalan juang berikutnya, di mana Rasulullah shalallaahu alaihi wasallam dengan penuh kesungguhan pula telah menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya dan mampu mengembalikan kevacuman aqiedah kepada pangkuan ajaran yang hanief, yakni Al-Islaam, karena pada dasarnya agama para nabi terdahulu adalah sama. Itulah rahasianya, mengapa Alloh Jalla wa Alaa menyebut para penganutnya dengan sebutan Al-Muslimien dan sangat mewanti-wantikan agar kita tidak mengakhiri hidup ini, melainkan dalam keadaan berserah diri. Falaa tamuutunna illaa wa antum muslimuun Lihat Al-Hajj/22 78 dan Al-Baqarah/2 132. Bahkan penamaan ini, menurut para mufassir telah tercamtum dalam kitab-kitab sebelum Al-Qur’an. Marwan Suwar, Mukhtashar at-Thabary, 1991 341. Allaahu Akbar, Allaahu Akbar, Laa Ilaaha Illallaah, Wallaahu Akbar, Allaahu Akbar, Walillaahilhamd Saudara-saudara kaum Muslimin a’azzakumullaah Dengan melihat kembali kepada bentangan ayat-ayat sejarah, juga diingatkan kembali dengan peristiwa demi peristiwa bulan mulia Dzulhijjah, semoga Alloh yang Maha gagah dan Maha perkasa semakin mengokohkan iman kita untuk diberikan kemampuan meluruskan dan meneguhkan hati kita dalam memegang teguh agamaNya, serta diberikan kemampuan untuk mengambil keteladanan sierah jihad Ibrahim dalam rangka merefleksikan kemenangan aqiedah dan mempertegas kembali identitas ke-Islaman kita. Aamiin ... _________ Penulis adalah Anggota Dewan Hisbah PP. Persatuan Islam Komisi Aqidah, Anggota Fatwa MIUMI Pusat Perwakilan Jawa Barat, Wakil Sekretaris KDK MUI Pusat, Ketua Bidang Ghazwul Fikri & Harakah Haddaamah Pusat Kajian Dewan Da’wah dan Ketua Prodi KPI STAIPI-UBA Jakarta Uploaded byAzzam Ubaidillah 0% found this document useful 0 votes10 views2 pagesOriginal Titlekhutbah jumat2021Copyright© © All Rights ReservedShare this documentDid you find this document useful?Is this content inappropriate?Report this Document0% found this document useful 0 votes10 views2 pagesKhutbah Jumat2021Original Titlekhutbah jumat2021Uploaded byAzzam Ubaidillah Full descriptionJump to Page You are on page 1of 2Search inside document You're Reading a Free Preview Page 2 is not shown in this preview. Buy the Full Version Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime.

arti wala tamutunna illa wa antum muslimun